DEMOKRASINEWS, Lampung Timur – Seorang mantan buruh mingran Indonesia bernama Deni Hendri Saputra (38), warga Desa Braja Harjosari, Kecamatan Braja Selebah, Lampung Timur, kini sukses menjadi petani dengan mengembangkan budidaya buah melon di desanya. Bahkan usahanya sebagai petani buah melon mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 30 orang untuk mengurusi lahan perkebunan buah melon. Sebelum menjadi petani sukses Deni merupakan Pekerja Migran Indonesia (PMI) kurang lebih lima tahun di Korea Selatan.
Kepada tim DemokrasiNews.co.id, Deni Saputra mengatakan, sejak usia 19 tahun atau selepas lulus SMA pada tahun 2005, ia awalnya pergi bekerja sebagai PMI ke Korea Selatan. Saat itu, ia mengaku butuh uang hingga Rp 50 juta untuk bisa pergi bekerja di luar negeri. Saat menjadi PMI bekerja sebagai buruh pabrik di Korea Selatan dan mendapat gaji sekitar Rp 17 juta per bulannya.
Bekerja di Negeri Ginseng hingga sekitar 2,5 tahun, dirinya lantas memutuskan cuti pulang ke kampung halamannya untuk mencoba membuka toko sembako dan bengkel sepeda motor. Sayangnya, saat itu usaha yang coba dikembangkan tidak sesuai harapan. Modal usaha yang dikumpulkannya selama menjadi TKI habis dan usahanya bangkrut.
“Usaha saat itu tidak berkembang, justru uang saya habis. Akhirnya pada tahun 2009, saya memutuskan nekat berangkat lagi ke Korea Selatan yang kedua kali,” ujar Deni.
Setelah kurang lebih 4 tahun bekerja pada salah satu pabrik di Korea Selatan, saya tahun 2014 kemudian kembali ke Indonesia. Namun dalam impian saya saat itu, bagaimana membangun usaha dengan penghasilan yang sama di Korea Selatan sebulan mencapai 20 jutaan. Dengan istilah hujan emas di negara orang, lebih baik hujan batu di negara sendiri tentu menjadi motivasi saya untuk mewujudkan impian menjadi pengusaha sukses.
Selanjutnya uang hasil selama perantauan kurang lebih 200 jutaan, saya gunakan untuk membangun rumah, termasuk membeli tanah peladangan dengan niat alih profesi sebagai petani.
“Kala itu saya memutuskan ingin jadi petani saja. Awalnya saya menggeluti jadi petani cabai merah dengan luas lahan setengah hektare. Namun beberapa kali mengalami kegagalan dan bangkrut lagi,” ujarnya.
Kegagalan tersebut, justru tak menyurutkan niat saya untuk terus bertani. Kemudian pada tahun 2019 saya mencoba budidaya buah melon. Dengan modal pinjaman dari perbankan, saya mencoba untuk lebih mendalami sistem bertani. Usaha bertani buah melon juga tak mudah, beberapa kali mengalami kegagalan dan justru semangat saya makin kuat untuk bertahan sebagai petani.
“Saya sudah memutuskan tidak lagi kepengen pergi menjadi PMI, kegagalan malah jadi ilmu dan pengalaman yang berharga untuk bisa belajar lagi lebih serius. Saya ingin berupaya membangun kemandirian ekonomi dengan tidak lagi terus-terusan menjadi PMI,” ungkapnya.
” Syukur alhamdulillah perjuangan dan kerja keras akhirnya membuahkan hasil. Sedikit demi sedikit, saat ini terus menambah lahan garapan dengan menyewa lokasi untuk budidaya buah melon yang kini saya tekuni. Dengan terus berupaya menyelami kondisi pasar di wilayah Lampung hingga pulau Jawa, hasilnya mulai memahami sistem budidaya buah melon hingga pemasarannya. Bahkan saat ini saya harus memenuhi pasokan buah melon, di Wilayah Jabodetabek dan Bandung serta pasar lokal di Lampung. Alhamdulillah, saat ini tanpa menjadi seorang PMI di Korea Selatan pun, saya bisa berpenghasilan sama dan bahkan bisa lebih,” ujarnya.
Deni mengaku saat ini tengah mengembangkan 11 jenis buah melon premium yang bibitnya berasal dari Negara Asia hingga Eropa. Dengan menggunakan sistem Green House, bisa menghasilkan buah semi organik yang bisa dibudidayakan secara kontinyu dan tidak mengenal musim atau cuaca.
Ia mengatakan, usaha yang ditekuninya ini memang membutuhkan modal besar. Saat ini saya juga mengembangkan usahanya dengan pola kemitraan. Saat ini, lokasi lahan untuk budidaya buah melon premium yang saya garap sudah mencapai luas 4 hektare. Saat ini telah bisa mempekerjakan hingga 30 orang dengan pengeluaran upah per bulan hingga hampir seratusan juta lebih,” pungkas Deni. ( Red/Pri/Dn)