DEMOKRASINEWS, Jakarta–Ketua Komisi IV DPR, Sudin geram dengan kebijakan Kementerian Pertanian (Kementan) yang menaikkan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk subsidi secara tiba-tiba tanpa konsultasi.
Sudin menyayangkan keputusan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian yang menaikan HET pupuk bersubsidi tersebut tanpa terlebih dahulu meminta persetujuan dari DPR RI.
Hal itu diungkapkan Sudin saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Dirjen Tanaman Pangan, Dirjen Hortikultura, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dirjen Perkebunan, Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian, dan Kepala Badan Ketahanan Pangan, di Senayan, Jakarta, Rabu (13/1/2021) lalu.
“Bulan-bulan kemarin saya ingin menaikan HET pupuk, tapi setelah diskusi dengan teman-teman, beliau-beliau ini mengatakan ‘jangan’ karena rakyat lagi susah. Tapi tiba-tiba tanpa konsultasi, tanpa diajak ngomong, tiba-tiba HET naik. Hebat sekali Kementerian Pertanian. Apa salahnya sih ngomong. Dan ini akan saya kemukakan di depan menterinya nanti,” tegas Sudin, seperti dikutip dari website resmi DPR, Sabtu (16/1/2021).
Sudin kemudian mempersilakan Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan, Sarwo Edhy untuk menjawabnya.
Edhy mengatakan bahwa pihaknya sudah berkonsultasi dengan DPR RI, dan tertuang dalam kesimpulan RDP Tanggal 12 Februari 2020 pada butir 4. Dimana Komisi IV DPR RI mendukung pemerintah untuk mengalokasikan anggaran dan kuota pupuk bersubsidi dengan menaikkan HET pupuk.
Menanggapi jawaban tersebut, politisi PDI-Perjuangan ini menegaskan bahwa persetujuan tersebut memiliki arah dalam memperbanyak pupuk subsidi. Sehingga, ketika HET naik maka produktivitasnya pun akan meningkat. Sayangnya, hal itu tidak terjadi.
Untuk diketahui, Kementerian Pertanian menerbitkan kebijakan baru melalui Permentan Nomor 49 Tahun 2020 yang mengatur Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk subsidi.
Dalam peraturan tersebut, harga Pupuk Urea yang semula Rp 1800 per kilogram (kg) menjadi Rp 2.250 per kg, lalu pupuk SP-36 dari HET Rp 2.000 per kg menjadi Rp 2.400 per kg.
Sementara itu, pupuk ZA mengalami kenaikan sebesar Rp 300 menjadi Rp 1.700 per kg dan pupuk organik granul naik sebesar Rp 300 menjadi Rp 800 per kg. Sedangkan pupuk jenis NPK tidak mengalami kenaikan dan tetap Rp 2.300 per kg.
“Jangan HET naik tapi volumenya masih segitu saja. Misal, volume dengan tidak naik HET Rp 1.000. Kalau ada kenaikan jadi Rp 1.300 pupuk subsidinya, penyebarannya harus lebih banyak lagi. Namun, ini di Jawa Tengah dan Jawa Timur gila-gilaan kelangkaan pupuknya,” ungkap Sudin.
Sudin menjelaskan bahwa persoalan pupuk belakangan ini memang tengah menjadi sorotan Presiden Joko Widodo. Pasalnya, anggaran negara terus keluar untuk subsidi pupuk, namun pada kenyataannya kondisi ketahanan pangan tidak banyak berubah.
“Saya setuju dengan Presiden untuk mencabut subsidi pupuk, tapi apa solusinya untuk petani? Misalnya di hilir yang dapat kompensasi. Petani yang mana? Petani penggarap, petani pemilik, petani cukong atau apa?” ujar wakil rakyat asal Dapil Lampung ini.
Sudin juga mengatakan pihaknya akan membahas tentang masalah pupuk tersebut dalam Panja Pupuk mendatang.
Sementara itu, Sarwo Edhy menyebut bahwa kenaikan pupuk bersubsidi berasal dari usulan ketua KTNA (Kontan Tani Nelayan Andalan) kepada Menteri Keuangan tanggal 20 Maret 2020.
Dimana isinya adalah meminta pemerintah untuk menaikkan HET antara Rp 300-Rp 500 per Kg untuk mengatasi kekurangan pupuk di 2020 lalu.
Sumber: L77.com
Discussion about this post