DEMOKRASINEWS, Lampung Timur – Kasus robohnya tembok penahan tanah (TPT) Jembatan Way Bungur yang terjadi menjelang akhir tahun 2024 memang cukup mengundang perhatian masyarakat, terutama warga sekitar. Kejaksaan Negeri Lampung Timur yang telah memulai penyelidikan menunjukkan bahwa masalah ini tidak hanya berkaitan dengan kerusakan fisik, tetapi juga kemungkinan adanya kelalaian dalam pengawasan atau proses pembangunan.
Tindak lanjut dari DPRD Lampung Timur melalui Komisi III yang mengirimkan surat kepada rekanan dan berencana menggelar rapat dengar pendapat adalah langkah yang baik untuk menindaklanjuti masalah ini. Namun, ketidakhadiran perwakilan perusahaan pelaksana dan pengawasan proyek menunjukkan adanya kesan kurangnya tanggung jawab atau bahkan upaya untuk menghindari pertanggungjawaban.
Penting untuk memastikan bahwa seluruh pihak yang terlibat, baik dari rekanan maupun konsultan pengawas, dapat dihadirkan dalam pemanggilan ulang tersebut. Proyek bernilai miliaran tentu harus dipertanggungjawabkan, apalagi jika terbukti ada kelalaian yang mengakibatkan kerusakan seperti itu.
Beredar kabar tentang rekanan proyek yang memiliki koneksi kuat dengan pejabat di Pemkab Lampung Timur. Hal itu bisa menjelaskan mengapa penanganan kasus ini sempat terhambat atau terkesan lamban. Ketika melibatkan orang-orang dengan posisi penting, memang sering kali ada faktor “ewuh pakewuh” yang membuat pejabat enggan mengambil tindakan tegas, meskipun dampak buruknya sudah jelas terasa oleh masyarakat.
Rekanan proyek pembangunan tembok penahan tanah (TPT) Jembatan Way Bungur yang roboh sebelum dapat dimanfaatkan oleh warga setempat, akhirnya buka suara. Pada Jumat (31/1/2025), pihak rekanan tersebut menghubungi media melalui sambungan telepon untuk memberikan penjelasan terkait insiden yang terjadi.
Bos rekanan yang enggan disebutkan namanya, merupakan warga Kabupaten Tulang Bawang, melalui juru bicaranya berinisial KY, menyampaikan bahwa pemborong yang dikenal memiliki jaringan baik dengan aparat penegak hukum (APH) tersebut mengaku hanya melanjutkan pekerjaan yang mangkrak dari tahun sebelumnya, terkait dengan tidak sempurnanya pekerjaan yang dilakukan.
Melalui juru bicaranya yang berinisial KY, rekanan proyek tersebut mengungkapkan bahwa pekerjaan yang mereka lakukan sebenarnya hanya melanjutkan proyek yang mangkrak pada tahun sebelumnya. Menurutnya, proyek sebelumnya sudah dalam kondisi yang sangat buruk, dengan besi-besi yang berkarat dan pengecoran pondasi yang dilakukan di tengah genangan air. KY menyebutkan bahwa saat itu pekerjaan sangat dipaksakan, dan jika ada pihak yang perlu disalahkan, itu adalah pihak yang melaksanakan pekerjaan pada tahun sebelumnya.
“Rekanan kami hanya melanjutkan pekerjaan yang tertunda. Pondasi yang kami terima sudah sangat buruk, dan kami berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut,” jelas KY.
Meskipun demikian, pihak rekanan ini juga mengakui adanya kesulitan dalam melanjutkan pekerjaan yang sudah dalam kondisi buruk tersebut. Untuk memperkuat pembelaannya, KY mengirimkan foto-foto yang menunjukkan kondisi pekerjaan sebelumnya yang dilakukan oleh rekanan Dinas PUPR Lampung Timur pada tahun 2021.
Terkait dengan penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Lampung Timur, KY mengungkapkan bahwa bos rekanan, yang enggan disebutkan namanya, telah memenuhi panggilan dari pihak Kejaksaan dan memberikan penjelasan terkait kondisi proyek tersebut. “Seminggu yang lalu beliau sudah memenuhi panggilan Kejaksaan, dan semua penjelasan sudah beliau sampaikan,” ujar KY.
Namun, ketika ditanya mengenai kehadiran pihak rekanan dalam rapat dengar pendapat yang digelar oleh Komisi III DPRD Lampung Timur, KY menjelaskan bahwa bos rekanan tersebut, belum bisa hadir karena jatuh sakit setelah kembali dari Kejaksaan. Meskipun begitu, bos rekanan tetap berkomunikasi dengan Komisi III melalui sambungan telepon untuk memberikan penjelasan lebih lanjut.
Penelusuran di laman LPSE Provinsi Lampung mengungkapkan bahwa pada tahun 2021 terdapat paket pekerjaan pembangunan Jembatan Kali Pasir (Way Bungur) tahap II senilai Rp9.880.000.000 yang dilaksanakan oleh salah satu CV yang beralamatkan di Bandar Lampung, yang kini tengah terlibat dalam proyek Jembatan Way Bungur. KY, sebagai juru bicara rekanan, mengungkapkan bahwa proyek yang ditinggalkan oleh rekanan sebelumnya telah menimbulkan masalah besar, yang kini menjadi tanggung jawab mereka.
Pihak rekanan berharap agar masalah ini dapat diselesaikan secara adil, dan mereka menegaskan bahwa mereka telah berupaya maksimal untuk menyelesaikan pekerjaan dalam kondisi yang sangat sulit.
Kasus ini terus menjadi perhatian publik, terutama mengingat pentingnya Jembatan Way Bungur sebagai sarana transportasi masyarakat. Kejaksaan Negeri Lampung Timur bersama dengan DPRD Lampung Timur diharapkan dapat terus menindaklanjuti kasus ini dengan transparansi, agar semua pihak yang bertanggung jawab dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan yang berlaku. (Red/Pri/Jhn)