DEMOKRASINEWS, Jakarta – Program Doktor Kajian Stratejik dan Global di Universitas Indonesia memang menghadirkan pendekatan yang menarik dan relevan untuk menghadapi tantangan global saat ini. Dengan memadukan berbagai disiplin ilmu, program ini memungkinkan mahasiswa untuk mengeksplorasi isu-isu strategis dari berbagai perspektif, mulai dari politik, ekonomi, hingga sosial dan budaya.
Menurut alumni Program Doktor by research Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia, Dr. Raden Edi Sewandono menekankan pentingnya pendekatan lintasdisipliner ini, karena tantangan zaman tidak dapat dipahami dengan satu sudut pandang saja. Misalnya, isu-isu seperti perubahan iklim, konflik internasional, dan keamanan siber memerlukan pemahaman yang komprehensif dan integratif.
Dengan kurikulum yang dirancang untuk mendorong penelitian mendalam dan inovasi, program ini tidak hanya membekali mahasiswa dengan pengetahuan teoritis, tetapi juga keterampilan praktis yang diperlukan untuk berkontribusi secara signifikan di bidang kajian strategis dan global.
Pendekatan lintasdisipliner yang telah lama diterapkan di negara-negara maju masih jarang ditemukan di Indonesia. Sistem pendidikan di Indonesia cenderung mempertahankan linearitas keahlian, di mana mahasiswa fokus pada satu disiplin ilmu yang spesifik.
Namun, masalah global yang dihadapi saat ini seperti perang proxy, pandemi, keamanan siber, dan perdamaian kawasan tidak dapat diselesaikan dengan pendekatan keilmuan yang sempit. Solusi yang efektif harus menyeluruh, mempertimbangkan berbagai dimensi, dan menggabungkan perspektif dari berbagai disiplin ilmu.
“Inilah yang menjadi keunggulan Program Doktor Kajian Stratejik dan Global di UI. Program ini dirancang untuk melatih mahasiswa dalam menghadapi masalah-masalah global melalui sudut pandang yang komprehensif dan lintas disiplin,” kata alumni Program Doktor Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia, Dr. Raden Edi Sewandono.
Dr. Raden Edi Sewandono menjelaskan bahwa filosofi yang digunakan dalam program ini dapat diibaratkan sebagai sungai besar, di mana studi doktor menjadi muara dari berbagai cabang ilmu yang mengalir dari hulu. Pendekatan ini menjadikan program doktor ini unik, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di tingkat global, karena menggabungkan unsur strategi dan globalisme dalam suatu pendekatan yang terpadu.
Keberadaan program ini sendiri sudah sesuai dengan Peraturan Rektor Universitas Indonesia Nomor 26 tahun 2022 dan Peraturan Rektor Nomor 16 tahun 2016 tentang penyelenggaraan program doktor. Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa program doktor dijadwalkan untuk selesai dalam enam semester, dan dapat ditempuh dalam kurun waktu paling cepat empat semester dan paling lama sepuluh semester.
Artinya, mahasiswa program doktor baik yang mengikuti jalur by course maupun by research memiliki fleksibilitas untuk menyelesaikan studi sesuai dengan kemampuan dan pencapaian masing-masing. Selain menawarkan fleksibilitas waktu, Program Doktor Kajian Stratejik dan Global di UI juga menunjukkan prestasi luar biasa di kancah internasional. Saat ini, UI menempati peringkat 206 di QS World University Rankings 2025 dan terus memperkuat posisinya sebagai universitas berkelas global dengan dampak signifikan dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
“Program ini memberikan kontribusi yang besar dalam mengembangkan lulusan doktor berkualitas yang siap berperan aktif dalam upaya pembangunan di tingkat nasional maupun global,” tambah Dr. Raden Edi Sewandono.
Sementara itu, alumni Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, Bayu Wicaksono, menjelaskan bahwa program di SKSG UI dirancang untuk mendukung efektivitas studi, baik dari segi waktu maupun biaya. Mahasiswa didorong untuk menyelesaikan studi mereka dalam waktu yang lebih singkat, sehingga mereka dapat segera berkontribusi dalam pembangunan bangsa. Program unggulan ini membuka pendaftaran dua kali setahun, pada semester ganjil dan genap, memberikan kesempatan yang lebih luas bagi calon mahasiswa untuk bergabung.
Meski begitu, kualitas pendidikan di Kajian Stratejik dan Global UI tetap dijaga dengan ketat. Bayu Wicaksono mencontohkan bahwa setiap penelitian harus memiliki tingkat kemiripan yang sangat rendah, yakni di bawah 10 persen. Calon lulusan pun diharuskan untuk mempublikasikan hasil penelitian mereka. Bagi mahasiswa S2, publikasi harus dilakukan di jurnal yang minimal terakreditasi Sinta 5, sementara untuk S3, penelitian harus diterbitkan di jurnal dengan minimal akreditasi Sinta 2 atau Scopus minimal Q3.
Karena itulah, Bayu Wicaksono merasa di tengah tantangan dunia pendidikan Indonesia yang masih sulit menghasilkan lulusan doktor yang berkualitas dan berdaya saing global, Program Doktor Kajian Stratejik dan Global menjadi oase yang menyegarkan.
“Dengan pendekatan lintasdisipliner yang ditawarkannya, program ini tidak hanya menghasilkan doktor yang unggul secara akademis, tetapi juga mampu menjawab tantangan global dengan solusi yang inovatif dan berdampak luas. Ini adalah langkah penting dalam mendorong Indonesia ke arah pendidikan tinggi yang lebih maju, tanggap, dan relevan dengan kebutuhan dunia,” pungkas Bayu Wicaksono. (Red/Rls Zeno Communication)