DEMOKRASINEWS, Lampung Timur – Menyikapi persoalan izin tambang, khususnya tambang pasir di Kabupaten Lampung Timur semua pihak, baik dari pemerintah terkait, penegak hukum, pengusaha dan masyarakat terdampak lokasi penambangan harus berdiskusi duduk bareng untuk mencari solusi agar tidak ada yang dirugikan dalam hal ini. Seperti yang terjadi di kawasan Pasir Sakti, Lampung Timur terkait penangkapan dua orang warga setempat pemilik lahan tambang pasir dan koordinator pengiriman hasil tambang tanpa adanya retrebusi yang jelas. Dua orang tersebut yakni, SD dan SG saat ini, sudah dua belas hari masih menjalani pemeriksaan di Polda Lampung.
Hasil penelusuran tim DemokrasiNews.co.id di beberapa desa di Kecamatan Pasir Sakti, aktivitas tambang pasir sebenarnya masih ada dengan modus baru yakni tambang pasir rakyat dengan cara pasir dikemas dalam bentuk pasir silica atau pasir kwarsa dimasukan dalam karung. Jumlahnya tidak sedikit, hampir setiap halaman rumah warga dipenuhi tumpukan pasir dan karung berisi pasir silica atau kwarsa. Diperkirakan setiap hari jika dihitung dengan benar minimal mencapai seratusan ton lebih pengiriman ke wilayah seberang.
Sejak terjadinya penangkapan dua orang tersebut, sepertinya kegiatan pengemasan pasir silica dan kwarsa pada siang hari berhenti total. Namun dari informasi sejumlah warga kegiatan dilakukan pada malam hari, karena bertepatan dengan bulan Ramadhan kalau siang pekerja berpuasa. ” Kami ini butuh makan pak, keluarga kami juga butuh hidup, sedangkan kami hanya bisa kerja mengayak pasir pak, pekerjaan lain nggak ada, jika ini dilarang,,! Terus keluarga kami bisa mati kelaparan pak, ” ungkap sejumlah buruh pengayak pasir kwarsa.
Suwarso salah seorang warga setempat mengatakan, sebenarnya keberadaan tambang pasir di wilayah Pasir Sakti membantu perekonomian masyarakat. Jika keberadaan tambang pasir merusak lingkungan itu nyata, akan tetapi bagaimana pengawasan serta pembinaan dari pemerintah terkait. Pemerintah harus memberikan edukasi, solusi salah satunya penerbitan izin tambang. Bekas galian tambang pasir direhabilitasi kembali supaya dapat dimanfaatkan untuk masyarakat seperti, kolam ikan air tawar, cetak sawah pertanian.
Dalam hal ini, pemerintah harus memiliki regulasi serta aturan yang baku soal tata ruang lingkungan. Izin tambang pasir harus diberikan zona khusus biar tidak ilegal. Jika izin itu diberikan oleh pemerintah, retrebusi angkutan pasir juga harus jelas untuk membangun daerah. Tetapi fakta selama ini pemerintah tidak memiliki aturan jelas terkait zona tambang pasir, akibatnya dimanfaatkan oleh oknum tertentu menambang pasir secara ilegal. Oknum pengusahanya lolos dari bidikan penegak hukum, warga yang hanya upahan jadi target, jelas ini namanya tidak adil, ” tegas Warso.
Warso menambahkan kegiatan tambang pasir ilegal ini sebenarnya sudah bertahun -tahun terjadi. Pada tahun 2000an hingga tahun 2017an penambangan pasir skala besar melibatkan perusahaan besar PT, kemudian tutup sampai sekarang ini. Bukannya pemerintah, penegak hukum tidak tahu, hanya saja mereka sendiri bingung dalam penegakan aturan. Jelas kok, angkutan tambang pasir melewati jalan yang dibangun pemerintah, pemukiman masyarakat, jika mereka mengambil tindakan tegas secara otomatis pembangunan terhenti.
” Masyarakat kesulitan mendapatkan pasir untuk membangun rumah, begitu juga pemerintah tidak bisa membangun jalan, jembatan, gedung dan lain-lain. Saya bisa pastikan pasir di Lampung ini semua hasil tambang ilegal, apalagi di Lampung Timur. Kemudian apa tidak salah pemerintah juga ikut menikmati, memanfaakan pasir tambang ilegal untuk membangun,” pungkasnya.( Pri/Red)
Tim DemokrasiNews