DEMOKRASINEWS, Jakarta – Memperingati agenda tahunan Hari Tani Nasional 24 September 2020 yang bertepatan dengan 60 tahun di sahkannya UUPA No. 5 tahun 1960, DPP GMNI bersama dengan Konsorsium Pembaruam Agraria (KPA) dan seluruh elemen Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA), organisasi gerakan tani, organisasi pemuda seperti PMKRI dan aliansi BEM melakukan aksi bersama di depan kantor DPR.
Aksi digelar guna menuntut di tuntaskannya agenda Reforma Agraria di Indonesia yang selama ini berjalan stagnan. Aksi ini juga diikuti secara serentak oleh seluruh DPC GMNI se-Indonesia yang tersebar di seluruh wilayah nusantara.
Ketua Umum DPP GMNI, Imanuel Cahyadi, menjelaskan pentingnya pelaksanaan agenda Reforma Agraria. Ia menilai bahwa pelaksanaan Reforma Agraria yang sejati sebagai jalan untuk mewujudkan sila ke -5 Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“UUPA merupakan terjemahan mandat konstitusi pasal 33 UUD 1945. UUPA merupakan jalan menuju revolusi sosial melalui reforma agraria untuk merombak ketimpangan sosial, menciptakan tatanan yang lebih adil dan mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia, utamanya dalam pengelolaan sumber-sumber agraria (tanah, air, dan segala kekayaan alam) yang terkandung dalam bumi pertiwi”, ujar Imanuel di Jakarta, Kamis (24/9/2029)
Imanuel menjelaskan bahwa selama ini UUPA tak pernah menjadi acuan pemerintah dalam eksekusi setiap kebijakannya. Ia menilai yang terjadi selama ini adalah peningkatan konflik agraria yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Menurutnya, di era pemerintahan Jokowi saat ini ada begitu banyak kebijakan dan program yang mengancam kedaulatan rakyat atas tanah dan sumber-sumber agraria mereka.
“Perlu diketahui bahwa selama ini pemerintah tidak pernah membela rakyatnya yang dihadapkan pada konflik agraria. Terdapat total 109.042 kepala keluarga (kk) yang mengalami konflik agraria dengan total 734.239,3 Hektar area konflik,” ujarnya.
Dalam rentang waktu 2004-2019, lanjut Imanuel, setidaknya terjadi 3.568 konflik agraria yang berujung 2.734 kasus kriminalisasi terhadap petani dan rakyat yang menolak tanahnya di gusur melalui program-program pemerintah seperti 16 Paket Kebijakan Ekonomi, 89 Proyek Strategis Nasional (PSN), Pembangunan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), Pembangunan Food Estate, dan lain sebagainya.
Salah satu koordinator aksi yang juga merupakan Ketua Bidang Reforma Agraria DPP GMNI, Irfan Fajar Satriyo Nugroho menerangkan, di tengah situasi konflik agraria yang masih carut marut, terdapat paket RUU yang ingin dikejar oleh pemerintah bersama dengan DPR untuk segera disahkan, yaitu RUU Omnibus Cipta Kerja. Irfan menilai bahwa keberadaan RUU Omnibus Cipta Kerja ini menunjukkan sikap pemerintah yang lebih berpihak pada konglomerat dan pemilik modal, bukan pada rakyat.
“Pemerintah sedang mendorong pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja untuk mendorong deregulasi, kemudahan investasi dan pengadaan tanah dengan narasi penciptaan lapangan kerja. Namun sebenernya adalah pemerintah memberi karpet merah pada investor dan kelompok bisnis lainnya untuk mengeruk kekayaan nasional kita. RUU Omnibus Cipta Kerja ini akan semakin membuka keran liberasisasi agraria di Indonesia” ungkapnya.
Selanjutnya Irfan menjabarkan beberapa point yang menjadi tuntutan aksi dalam menyambut Hari Tani Nasional tersebut.
“Pertama, menuntut pemerintahan Jokowi – Ma’ruf Amin untuk segera menyelesaikan konflik agraria yang masih terjadi di seluruh wilayah Indonesia karena di anggap sebagai hambatan terwujudnya Reforma Agraria sejati sesuai amanah Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan UUPA Nomor 5 Tahun 1960,” tandasnya.
“Kedua, menuntut pemerintah mengimplementasikan UUPA Nomor 5 Tahun 1960 sebagai solusi untuk menciptakan kedaulatan pangan Indonesia. Ketiga, meminta pemerintah tidak melakukan diskriminasi serta menghentikan tindakan represif terhadap buruh, petani, dan nelayan yang sedang memperjuangkan hak-hak tanah sebagai sumber penghidupan,” sambungnya.
Keempat, masih kata dia, menagih komitmen pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi disektor agraria. “Kelima, mendesak pemerintah untuk membatalkan pembahasan RUU Omnibus Cipta Kerja karena dianggap mengkhianati hak-hak rakyat yang direbut secara tersistem oleh negara beserta ancaman-ancaman nyata didalamnya”, tutup Irfan.
Pewarta : Reinhadt
Editor : Roy Choiri
Discussion about this post