DEMOKRASINEWS, Lampung Selatan – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas II-A Kalianda, Lampung Selatan memberikan pembinaan khusus kepada para narapidana dan tahanan. Pembinaan yang di berikan yakni ada dua tipikal yakni pendekatan kepribadian dan juga klinik pemahaman tentang Pancasila sebagai Lambang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas II-A Kalianda Tetra Destorie menjelaskan, Lapas Kalianda sekarang ini ditempati 808 orang yang terdiri dari 190 orang tahanan dan sisanya narapidana. ” Kami terus melakukan edukasi serta pembinaan kepada mereka. Pembinaan yang kami berikan ada dua tipikal yakni, pembinaan kepribadian menyangkut mental, karakter, Intelejensi dan juga kemandirian. Untuk kepribadian kami memberikan pendekatan keagamaan bekerjasama dengan kantor Kementrian Agama wilayah Lampung Selatan dalam pembekalan ilmu agama. Selain itu kami juga mempunyai klinik Pancasila bertujuan sebagai salah satu upaya untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada warga binaan tentang hukum, ” jelas Kalapas.
” Sedangkan pada sisi produktif ekonomi dalam pembinaan kemandirian usaha, kami menjadi sentra kain batik dan kaos sablon. Pembinaan ini bekerjasama dengan perusahaan batik dan sablon yang sudah berpengalaman untuk melatih teman-teman warga binaan di sini. Pelatihan kewirausahaan ini bertujuan warga binaan disini mengetahui dalam mengerjakan batik tulis maupun batik cetak atau menyablon kaos. Adapun untuk penjualannya atau pemasaran hasil karya warga binaan ini sementara melalui aplikasi online. Selain itu juga bekerjasama dengan pemerintah setempat agar hasil batik dari teman-teman warga binaan ini dapat dimasukkan ke dalam organisasi usaha Deskranasda Kabupaten Lampung Selatan,” jelas Tetra.
Selain dalam bidang kerajinan di Lembaga Pemasyarakatan kelas II-A Lampung Selatan mengembangkan pembinaan pengelolaan budidaya tawon madu klanceng di sekitar Lapas. ” Kami bekerja sama dengan para pengusaha madu untuk memberikan edukasi pelajaran kepada warga binaan. Berharap ketika mereka sudah bebas sudah memiliki bekal ilmu pengetahuan dan juga bekal ilmu agama,” sambung Tetra.
Sedangkan kendala kami dalam memberikan pembinaan kepada para narapidana/ tahanan, pertama kurangnya lokasi dan pegawai Lapas, sebab warga binaan terus bertambah. Sementara saat ini pegawai Lapas masih kurang dikarenakan dalam regu pengamanan atau pengawasan berjumlah 7 orang. Sedangkan sistem kerja setiap regunya harus bergantian dari pagi, siang dan malam. Idelalnya setiap regu bisa mengisi semua pos yakni 12 orang. Untuk penambahan personil dalam perekrutan pegawai saat ini kami masih menunggu kebijakan dari pemerintah,” terangnya.
Tetra juga menjelaskan, dari program asimilasi dimulai pada tahun 2020 lalu sampai hari ini kurang lebih ada 600 orang yang sudah menjalani kehidupan diluar berbaur dengan masyarakat umum. Namun kami juga selalu memantau apakan mereka sudah tidak terlibat tindak pidana.
” Tentunya harapan kami, proses dalam Lapas menjadi pelajaran berharga untuk mereka melakukan yang terbaik disini. Mereka disini dalam Lapas, pihak Lapas berusaha menggali potensi diri sekaligus merubah karakter. Berharap kepada warga binaan tipikal atau kepribadian mereka menjadi manusia yang lebih baik, menjadi manusia taat hukum dan tidak lagi kembali lagi ke Lapas. ” Mereka bisa mengembangkan potensi diri, berusaha mandiri mencari ekonomi untuk keluarganya serta berbaur dengan masyarakat pada umumnya, ” jelas Tetra dalam perbincangan dengan tim DemokrasiNews.co.id Selasa kemarin (31/08/2021).
Sementara RA salah seorang warga binaan lapas kelas II-A Kalianda yang mendalami bidang penyablonan kaos dan batik tulis mengatakan,” Selama berada didalam Lapas ia mendapatkan beberapa hal pelajaran yakni menjahit, menyablon dan juga membatik tulis maupun batik cetak, untuk kusus sablon. ” Saya dan beberapa teman biasanya juga menerima pesanan sablon kaos dan hasil sablon tersebut, jika kaos panjang seharga 120 ribu jika kaos pendek 100 ribu,” kata RA.
Pemesan kaos sablonan yakni dari temen-temen warga binaan dan kadang juga dari pegawai/petugas Lapas. Ada juga yang memesan dari luar Lapas. Selain kaos sablon ada juga kain batik. Biasanya kami setiap satu hari membuat satu kain batik menjadi sarung,celana pendek, selendang dan masih banyak macamnya. Sementara kendala yang hadapi minimnya bahan baku dan juga pekerjanya,” jelas RA.
“Harapan saya ketika nanti sudah bebas dari sini mungkin akan mempelajari kembali yang sudah didapatkan dari dalam Lapas. Contohnya cara membuat kaos sablon, membatik, menjahit, dan kemungkinan besar nantinya akan mengembangkan bersama teman atau keluarga membuat usaha berjualan kaos dari hasil sablonan sendiri,” cerita RA mengakhiri perbincangan dengan tim DemokrasiNews.co.id. (**)
Pewarta Anwarudin
Tim DemokrasiNews
Discussion about this post