DEMOKRASINEWS, Tapanuli Utara – Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Tapanuli Utara (DPC GMNI Taput) mempertanyakan keberadaan Keramba Jaring Apung (KJA) di kawasan Danau Toba Desa Lottung, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, Selasa (25/5/2021).
Pasalnya, Keramba Jaring Apung dinilai mencemari lingkungan Danau Toba dan tidak memenuhi standarisasi aturan pengadaan keramba. Dalam diskusi tersebut di hadiri langsung oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup di kantor Dinas lingkungan Hidup. Pada saat diskusi tersebut GMNI Tapanuli Utara menyampaikan keluhan tentang limbah B3 KJA yang kurang di perhatikan yang dapat mengakibatkan tercemarnya air Danau Toba sehingga mengurangi minat wisatawan yang berkunjung ke Danau Toba.
Keluhan tersebut di sambut baik oleh Kadislindup, Heber Tambunan. Menurutnya, Pemerintah Daerah sudah berupaya mengawasi KJA tersebut. Bahkan ia bersedia menutup jika keberadan KJA tersebut sudah merusak lingkungan. Namun, KJA yang hanya di miliki satu orang itu kata dia, sudah memperkerjakan 64 KK warga setempat.
“Kita masih mempunyai hati nurani, kita bisa saja menutup KJA tersebut secepatnya, namun bagaimana nantinya nasib dari 64 kepala keluarga tersebut ketika mereka kehilangan pekerjaan,” ujarnya
Dijelaskan Kadis, ijin dari KJA tersebut saat ini belum sepenuhnya sah serta belum memiliki ijin produksi. Dimana jumlah KJA tersebut sekitaran 170 petak dan akan di minimalisir menjadi sekitar 80-100 petak.
“Kami tinggal menunggu Surat Perintah dari bapak bupati untuk menindak dan mengawasi KJA tersebut, di mana nantinya Tim tersebut terdiri dari Dinas Lingkungan Hidup, Polres, dan juga Dandim.” jelasnya.
Kabupaten Tapanuli Utara, lanjut Kadis, mempunyai kuota hasil produksi KJA sebanyak 300 ton/tahun dan datanya harus diaporkan ke pihak Dislindup. “Saat ini, pemerintah juga sedang berupaya mencari solusi agar saat KJA di tutup, mereka tidak kehilangan pekerjaan tapi berubah pekerjaan. Hal ini akan menjadi penegasan dan tuntutan DPC GMNI Tapanuli Utara dalam diskusi tersebut.
Ketua PC GMNI Tapanuli Utara Yusuf Ari Praski menyampaikan, pemerintah harus secepatnya menindak dan meninjau kembali produksi KJA tersebut. Menurutnya, pengawasan keberadaan keramba di Tapanuli Utara cenderung kurang memperhatikan limbah B3.
“Kami menilai bahwa pengawasan keramba di Kecamatan Muara kendor. Karena kita ketahui bersama pengadaan keramba dapat menjadi ancaman bagi lingkungan Danau Toba karena menghasilkan limbah B3. KJA yang semakin banyak di Danau Toba terkhusus di Kecamatan Muara sudah jelas melanggar UU RI No. 23 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah menjadi UU RI No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolan Lingkungan Hidup,” jelasnya.
Yusuf mengatakan, keresahan akan hal tersebut seharusnya diawasi secara ketat oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tapanuli Utara. “Hal semacam ini seharusnya diawasi secara ketat supaya tidak menjadi ancaman bagi masyarakat di kawasan Danau Toba. Apa lagi kia ketahui bersama Danau Toba sudah disiapkan oleh Pemerintah Indonesia sebagai lokasi Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP),” imbuhnya.
Yusuf, yang merupakan mahasiswa jurusan hukum di Unita itu meminta supaya penertiban standarisasi aturan pengadaan keramba di kawasan Danau Toba supaya ditinjau ulang.
Sementara, Sekretaris DPC GMNI Taput, Hokkop Silalahi juga meminta pemerintah untuk secepatnya menindak tegas sekaligus mengawasi masalah KJA tersebut. “Harapan kita supaya program pemerintah terbentuknya Danau Toba sebagai objek wisata Internasional bisa tercapai dan limbah B3 dapat teratasi sehingga air danau Toba tetap lestari”, tutupnya.
Pewarta : Ados











