DEMOKRASINEWS – Terjangan Money Politik jelang perhelatan Pilkada serentak masa Pandemi Covid-19 menjadi momok dalam ber-Demokrasi.
Politik uang menjadi praktik kesenangan politisi yang haus akan sebuah kekuasaan, Politisi seperti ini rela menjual tanah, menggadaikan harta, atau meminjam dana segar untuk membeli suara masyarakat.
Di tengah pandemi covid-19 yang sangat berdampak pada segala sektor kehidupan masyarakat, hal ini yang paling terasa adalah terganggunya aktifitas perekonomian, bukan hanya mengganngu neraca keuangan Negara dan Daerah, tetapi juga berpengaruh terhadap tingkat daya beli masyarakat yang sangat jauh menurun.
Di saat bersamaan, kebutuhan akan biaya pendidikan anak, kebutuhan keluarga yang berdimensi jangka pendek menjadi hal primer yang mesti dipenuhi.
Pemerintahan memaksakan berlangsungnya Agenda Politik yakni Pilkada Serantak 2020 ditengah Pandemi Covid-19, dalam kondisi ekonomi yang tidak stabil maka kemungkinan akan lebih besar terjadinya money politik.
Kenapa akan marak terjadinya money politik di pilkada ini karena proses kampanye para calon kepala daerah berbeda dengan dengan proses pilkada sebelumnya, karna dalam proses kampenye ini sesuai dengan edaran KPU Dan Bawaslu tidak boleh mengumpulkan massa dalam jumlah banyak yang biasa kita sebut kampanye akbar, ini yang mengakibatkan kepanikan bagi calon kepala daerah dalam memamparkan visi dan misinya.
Ditengah kondisi ekonomi yang tidak stabil para calon kepala daerah yang dermawan menjadi dambaan sebagian warga akan hadirnya sosok pribadi yang bisa memberi dan atau membagi rejeki buat menutupi kebutuhan hidupnya dalam dimensi jangka pendek.
Perilaku warga sebagai penerima dan sosok dermawan sebagai pemberi tidak serta merta mesti dijustifikasi dalam persepsi publik sebagai sosok dan atau oknum yang merusak tatanan kehidupan demokrasi.
Sebab memenuhi kebutuhan perekonomian jangka pendek warga adalah hal yang tidak bisa ditawar-menawar dan memenuhi kebutuhan warga merupakan tindakan yang memiliki dimensi kesalehan sosial. Jika berdasar pada logika kausalitas, money politik menjamur seperti berlakunya hukum Supply and Demand di konteks pasar, disebabkan karena kesejahteraan yang merupakan janji pemimpin tidak dilaksanakan dengan baik.
Olehnya itu, “kesejahteraan sesaat” hanya didapatkan warga pada moment politik formal. Makanya, cara untuk menolak money politik adalah segera wujudkan kesejahteraan warga yang berkeadilan sebagaimana yang pernah dilontarkan oleh pemimpin yang sedang diberi amanah saat ini.
Penulis: Ikhsan Martua Siregar (Ketua Yayasan Rumah Kreasi Indonesia)
Discussion about this post