DEMOKRASINEWS, Malut – Pada 23 Maret 1954 adalah sejarah berdirinya Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Sebuah wadah organisasi pergerakan mahasiswa ini lahir atas penyatuan atau peleburan tiga organisasi, yakni; 1) Gerakan Mahasiswa Marharnis (GMM), 2) Gerakan Mahasiswa Merdeka, dan 3) Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia (GMDI)
Ketiga organisasi pergerakan ini memiliki kesamaan azas, yaitu azas marhaenisme ajaran Bung Karno.
Disaat yang sama diputuskan (bermusyawarah) untuk melakukan Kongres perdana (ke-1) di Surabaya atas dukungan dan restu Bung Karno. Hasil Kongres I, M. Hadiprabowo dipercayakan sebagai ketua umum.
Hari bertukar tahun pun berganti, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) memasuki usia yang cukup tua.
Sejarah panjang pergerakan organisasi ini tentunya mengalami berbagai perkembangan sesuai dengan fase-fase pergantian zaman.
Semakin dewasa umur GMNI dihadapkan dengan ragam persoalan, baik secara internal maupun eksternal. Benturan-benturan ini adalah instrumen untuk melatih kedewasaan para kaders GMNI hingga terbentuklah kepribadian dan kedewasaan dalam berorganisasi.
Secara nasional, beberapa kali terjadi dualisme kepemimpinan sehingga berpengaruh ke daerah-daetah, di tingkat DPD dan DPC.
Tahun 2019 pada Kongres Ambon pun menyisahkan persoalan (sengketa kepengurusan) di DPP. Konflik DPP berimbas secara nasional.
Kedua kubuh saling kleim keabsahannya. Kleim kepemimpinan berdampak pada perpecahan, sehingga organisasi tidak lagi fokus pada kemaslahatan rakyat yang semestinya menjadi prioritas utama.
Sudah seharusnya dimomentum Dies Natalis ke-67 GMNI melakukan rekonsiliasi, dan merekontruksi kembali penyatuan atas keretakan yang diciptakan dengan kepentingan kelompok tertentu.
Jangan karena kepentingan oknum alumni, atau elit politikus tertentu kemudia merusak pola-pola organisasi (Konstitusi).
Solusi terbaik ada di tangan para kaders, dan alumni GMNI se-Indonesia. Relasi, komunikasi, dan pendekatan-pendekatan persuasif harus dibangun untuk menciptakan suasan organisasi yang “dingin/adem”.
Lagi, rekonsiliasi adalah solusi terbaik untuk menjahit sobekan berbedaan, sobekan kepentingan, sobekan egoisme, dst.
Tahun 2021, pada Milad GMNI kali ini kita harus melakukan gerkan revolusi pembaharuan di kubuh GMNI, juga revolusi psikologi kaders yang haus stuktur.
Menjadi kaders terbaik tidak semestinya berada dalam jejaring struktural melainkan mampuh berdedikasi dan mengimplementasikan ajaran-ajaran Bung Karno sebagai pijakan hidup.
Bangsa dan negara membutuhkan insan marhaenisme yang produktif, kritis, dan berwawasan kebangsaan dalam mengisi pembangunan, juga menjadi mitra kritis bagi Pemerintah, dan menjadi kawan sejati bagi rakyat
Di tulis Oleh: Asrul Lamunu, S. Ant Wakil Ketua, Bidang Politik DPD GMNI Malut
Discussion about this post