DEMOKRASINEWS : Kasus pencabulan terhadap anak atau trafiking kembali terjadi di Lampung Timur. Kasus pencabulan terhadap anak dibawah umur justru kali ini diduga dilakukan oleh oknum lembaga dari P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak ).
Peristiwa pencabulan ini bermula ketika korban NF (13 tahun) didampingi oleh Tim P2TP2A dalam kasus tindak pidana persetubuhan terhadap anak secara berlanjut dengan nomor perkara 19/Pid.sus/2020/PN.Sdn dengan vonis hukuman sudah dijatuhkan kepada pelaku dengan pidana penjara 14 tahun.
Pada awal bulan Januari 2020 lalu kemudian NF di bawa oleh DAS yang merupakan anggota dari Divisi Hukum, Pendidikan dan Medis untuk Perempuan dan Anak Lampung Timur ke rumahnya dengan dalih untuk diamankan atau perlindungan di Rumah Karantina atau Rumah Aman untuk diberikan konseling psikologi atau pemulihan mental serta pendampingan kepada korban kekerasan.
“ Namu berdasarkan dari keterangan NF, dirinya justru di tempatkan di rumah DAS selama 1 bulan lebih dan mendapatkan perlakuan kekerasan seksual oleh DAS sendiri. NF dipaksa untuk melakukan hubungan suami isteri bersama DAS. Perlakuan ini dilakukan dalam kurun waktu 1 bulan sebanyak hampir sepuluhan kali, dan setiap kali melakukan persetubuhan lebih dari 2 kali,” kata Suma Indra Jarwandi, selaku Kepala Divisi Ekosob, LBH Bandarlampung yang mendampingi NF, pada Sabtu (04/07/2020).
Sebelum melakukan,korban NF selalu mendapatkan ancaman dari pelaku DAS akan dicicang kakinya. Bahkan pelaku DAS mengancam akan membunuh orang tua NF dan menyantet keluarganya. Setiap DAS selesai menyetubuhi NF, pelaku memberikan uang Rp 100 ribu dan menyuruh korban untuk merahasiakan kejadian tersebut,tidak diperbolehkan menyampaikan ke orang lain.
“ Pelaku DAS juga sempat menawarkan NF kepada BA yang merupakan salah ASN di lingkungan RSUD Sukadana melalui chat WhatsApp, dengan menyertakan foto NF jika korban bisa dipakai,” ujar Indra.

Kemudian, korban NF dijemput oleh BA menggunakan mobil dengan alasan akan mengobati NF karena pada waktu itu korban NF sedang mengalami demam dan membelikan obat untuk pelaku DAS. Selanjutnya oknum ASN bernama BA kemudian membawa korban ke wilayah Kecamatan Way Jepara. Sesampainya di Way Jepara BA dan korban NF berhenti di minimarket untuk membeli minuman dan alat kontrasespsi. Setelah itu BA membawa korban NF ke Hotel Yestoya di wilayah tersebut.
“Sesampainya di hotel, BA kemudian memesan kamar dan korban NF menunggu dimobil. Tidak lama kemudian korban NF di jemput oleh orang tidak dikenal dan dibawa di kamar. Dikamar tersebut BA sudah menunggu dan mengunci kamar yang selanjutnya ia menyetubuhi korban NF,” jelasnya.
Setelah selesai melakukan pencabulan, korban NF kemudian diberi uang senilai Rp 700 ribu. Uang tersebut kemudian diberikan kepada korban NF hanya sebesar Rp 500 ribu dan yang Rp 200 ribu untuk diberikan kepada DAS. Dalam perjalanan pulang korban NF diminta untuk merahasiakan kejadian tersebut kepada orang lain.
“Setelah peristiwa itu, korban NF dengan BA berkisar 3 hari dipulangkan ke rumah DAS, yang kemudian NF di pulangkan kepada orang tuanya di Kecamatan Labuhan Ratu,” ujarnya.

Selain itu selama NF di rumahnya, pelaku DAS juga kerap datang ke rumah dan menginap di rumah korban. Sewaktu menginap DAS juga sempat melakukan persetubuhan dengan NF setiap menginap lebih dari 2 kali kepada NF dengan diancam akan dicincang kakinya, dibunuh orang tuanya dan menyantet keluarga NF.
“Kurang lebih 2 minggu di rumah, korban dihubungi oleh S yang merupakan tetangga dari NF untuk meminta nomor ponsel NF. Selanjutnya S meminta kepada NF, jika ada yang menghubungi NF agar diangkat,” jelasnya.
Tidak berselang lama NF dihubungi oleh orang yang berinisial A, dalam komunikasi tersebut, A mengajak untuk melakukan persetubuhan dengan NF dengan imbalan uang sebesar Rp 150 ribu, A bercerita bahwa mengenal NF dari S.
“S juga mendapatkan uang dari yang diduga diberikan dengan maksud karena telah mempertemukan NF dengannya A. A melakukan persetubuhan kepada NF sebanyak 5 kali,” ujarnya.
Selanjutnya NF dijemput oleh tim P2TP2A atas nama RM, korban di tempatkan di rumah RM selama 3 bulan. Selama di rumah RM, NF diminta untuk menghubungi para pelaku yang pernah melakukan kekerasan seksual kepadanya.
“NF memberikan nama-nama L, E, K, D dan A, yang selanjutnya NF diminta oleh R untuk menghubungi orang-orang tersebut yang juga diduga sebagai pelaku kekerasan seksual kepada korban,” kata Suma Indra Jarwandi.
NF menghubungi D dengan alasan untuk meminta dijemput, sewaktu D menjemputnya, RM dan DAS menagkap keduanya dan ditanyai apakah D pernah melakukan persetubuhan dengan NF, selanjutnya D dimintai uang denda sebesar Rp 5 juta yang kemudian dilakukan perdamaian.
“Sewaktu NF berada di rumah aman, NF di jemput oleh DAS dan dibawa kerumahnya di Kecamatan Labuhan Ratu, sewaktu di rumah, DAS melakukan persetubuhan kembali sebanyak 1 kali. Setelah selesai NF di antarkan kembali ke rumah RM,” jelasnya.
Diperkirakan sebelum hari raya Idul Fitri kemarin, NF diantar kembali ke rumahnya. Selama di rumah, DAS sering menginap di rumah korban dan malakukan persetubuhan dengannya selalu diawali dengan pengancaman.
“Terakhir peristiwa ini pada tanggal 29 Juni 2020 DAS menginap di rumah NF dengan alasan akan mendaftarkan NF di Sekolah Menengah Pertama. Sewaktu menginap DAS melakukan persetubuhan sebanyak 4 kali yang sebelumnya korban ditontonkan video persetubuhan antara NV dan FE (teman NF).
Saat ini LBH Bandarlampung telah melaporkan kasus tersebut ke Polda Lampung, dan sudah dilakukan visum di RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung.
“Kita telah melaporkan ke Polda Lampung, dan berharap pihak kepolisian Polda Lampung untuk memproses secara cepat dan membuka seluruh kejadian dan para pelaku yang terlibat dalam kasus pencabulan anak di bawah umur ini,” tegas Indra.
Tim Redaksi DemokrasiNews










