DEMOKRASINEWS : Situasi bangsa Indonesia dihadapkan dengan berbagai problematika sosial, ekonomi, politik, budaya, dan agama. Fenomena ini memicu disiplin antropologi untuk turut serta memberikan ide serta gagasan, dan solusi di tengah pandemi Covid 19.
Hal inilah yang mendorong insan antropologi yang pernah dan tergabung di Jaringan Kekerabatan Antropologi Indonesia (JKAI), baik mahasiswa mampun para alumni merekonstruksi kembali semangat keakraban.
JKAI berdiri pada tahun 1989 dan menjadi wadah mahasiswa antropologi se-Indonesia, kurang lebih 20 Universitas Negeri yang tergabung. Namun, belakangan ini JKAI tidak “bergairah” pada konteks komunikasi serta keakraban antara anggota, dan alumni.
Sehingga para alumni melakukan komunikasi dengan pengurus JKAI membuat wadah lintas generasi (grup whatsapp). Seperti yang disampaikan mantan Sekjend JKAI 1997-2000, Yudi Febrianda, kepada Demokrasinews, melalui saluran whatsapp.

“JKAI belakangan ini terkesan makin hilang gairahnya, saya sebagai alumni yang mengamati dari group Facebook (FB), nyaris tidak ada interaksi yang intens di grup yang terbentuk sejak 6 Oktober 2008 silam dengan beranggotakan 2.682 akun. Lanjut Yudi, Hampir 12 tahun lamanya, justru informasi dan kabarnya yang terdengar lebih banyak tentang masalah, bahkan ada salah satu Universitas pendiri mengajukan pengunduran diri”.
Sementara, Plt Sekjend, Alnugransyah. ” Ide awal pembuatan wadah lintas generasi adalah sebagai sarana penghubung (komunikasi) mahasiswa dengan alumni. Sementara aspek lain dari wadah ini juga bagian dari berjejaring untuk kepentingan bersama, apalagi akhir-akhir ini semangat menata masa depan organisasi ini bisa dikatakan mulai menurun.
Alnugransyah menambahkan harapan saya dengan hadirnya wadah dan grup whatsapp lintas generasi ini dapat menghimpun ke kembali JKAI dengan dorongan, motivasi, dan nasihat para alumni. Berharap lebih semangat menata masa depan JKAI lebih maju, baik dari aspek kekerabatan, keilmuan, dan peran antropologi untuk bangsa dan negara.
Harapan yang sama juga disampaikan oleh Bambang Setiawan, Sekjend pertama JKAI periode 1989,sekarang sebagai peneliti senior di Litbang Kompas. Saat dihubungi via whatsapp, beliau menuturkan, “JKAI sebagai wadah berbagi antar mahasiswa antropologi se-Indonesia melalui kebutuhan, kerjasama, dan berjejaring. Baik dalam hal perkembangan ilmu, keterlibatan dalam menyelesaikan persoalan sosial di sekitarnya, hingga kaderisasi sebagai warga antropologi. Untuk itu ke depannya, perlu JKAI melakukan refleksi untuk berkembang lebih besar lagi”.
Lanjut Bambang, bekerjasama menjadi kata kunci, bukan maju sendiri yang justru melawan takdir, karenanya perlu mencari format baru sebagai warga antropologi muda yang mampu mengelola perbedaan, dan menjawab persoalan antropologi masa depan, serta memanfaatkan kekuatan-kekuatan lokal. JKAI perlu lebih inklusif dan terlibat dalam menyelesaikan persoalan bangsa. Membangun komunikasi informal karena justru disitulah kekuatan berjejaring, ketimbang struktur lembaga yang formal.
Wadah lintas generasi mendapatkan respon positif dari berbagai lapisan antropologi, baik mahasiswa, alumni, hingga para pendiri JKAI. Pada 27 Juni kemarin melakukan “Ngobrol Antropologi Online: Mengupas Awal Mula JKAI, via Zoom Meeting” dan diikuti oleh 110 peserta dari berbagai daerah di Indonesia.
Pewarta : Asrul Lamunu
Tim Redaksi DemokrasiNews








