DEMOKRASINEWS, Lampung Timur – Suara tangis keluarga dan warga mengiringi pemberangkatan jenazah almarhum Darusman, Kepala Desa Braja Asri, Kecamatan Way Jepara, Lampung Timur. Almarhum meninggal dunia akibat insiden tergulung dan terinjak-injak kawanan gajah liar dari Taman Nasional Way Kambas (TNWK) yang masuk ke area perladangan warga.
Peristiwa nahas tersebut terjadi pada Rabu siang (31/12/2025) sekitar pukul 10.00 WIB. Korban sempat dilarikan menuju rumah sakit, namun dinyatakan meninggal dunia dalam perjalanan. Setelah dilakukan identifikasi oleh pihak RSUD Sukadana, jenazah almarhum langsung dibawa ke rumah duka di Desa Braja Asri.
Pada pukul 16.00 WIB, usai dishalatkan di masjid setempat, jenazah almarhum Darusman dimakamkan di pemakaman umum desa dengan diiringi ratusan pelayat dari berbagai kalangan.
Bupati Lampung Timur Ela Siti Nuryamah, dalam sambutannya, mewakili keluarga dan Pemerintah Kabupaten Lampung Timur menyampaikan permohonan maaf apabila selama menjabat sebagai kepala desa, almarhum memiliki kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja.
Ela juga menegaskan bahwa almarhum dikenal sebagai sosok pemimpin desa yang berdedikasi tinggi dan disiplin dalam menjalankan tugas.
“Almarhum Pak Darusman adalah pejuang rakyat. Semangat dan motivasinya dalam bekerja untuk masyarakat Desa Braja Asri sangat luar biasa. Mari kita doakan semoga almarhum husnul khatimah,” ujar Ela.
Lebih lanjut, Ela menyatakan bahwa peristiwa ini harus menjadi pelajaran bersama agar konflik antara manusia dan satwa liar tidak kembali memakan korban jiwa.
“Ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua, baik masyarakat maupun pemerintah. Ke depan, Pemerintah Lampung Timur bersama Taman Nasional Way Kambas akan merumuskan formula atau cara lain untuk mengatasi kawanan gajah liar yang masuk ke permukiman, khususnya area perladangan,” tegasnya.
Ia juga mengimbau masyarakat desa penyangga TNWK agar lebih proaktif.
“Masyarakat harus segera memberikan informasi kepada pihak TNWK, kepolisian, maupun TNI jika kawanan gajah kembali masuk ke permukiman,” tambah Ela.
Sementara itu, Sugiyo dari Wildlife Conservation Society (WCS), organisasi konservasi satwa liar global yang bekerja di Indonesia, menjelaskan bahwa konflik gajah liar di kawasan TNWK telah terjadi sejak 1981.
Menurutnya, masyarakat desa penyangga yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan konservasi harus meningkatkan kewaspadaan.
“Salah satu faktor utama adalah kemungkinan berkurangnya sumber pakan di habitat alami serta meningkatnya populasi gajah. Sementara di sekitar desa penyangga terdapat area pertanian dengan tanaman padi, jagung, singkong, dan tanaman lainnya yang aromanya menarik kawanan gajah,” jelas Sugiyo. (Red/Prie)