Harapan dari Pesisir
DEMOKRASINEWS,Lampung Timur, – Di sebuah desa kecil bernama Muara Gading Mas, Kecamatan Labuhan Maringgai, Lampung Timur, tawa riang anak-anak terdengar samar di antara debur ombak dan deru angin laut. Namun di balik senyum itu, ada fakta yang mencemaskan: banyak balita di desa ini tumbuh tidak sesuai dengan usianya. Mereka pendek, sering sakit, dan tampak lebih rapuh dibanding anak-anak sebaya. Itulah wajah nyata stunting, sebuah persoalan gizi kronis yang menjadi ancaman serius bagi masa depan bangsa.
Di tengah tantangan ini, hadir sebuah program bernama “Tenggiri” dari PHE OSES (Pertamina Hulu Energi Offshore South East Sumatera). Program ini tidak sekadar memberi tambahan makanan bergizi, tetapi juga membawa harapan baru: memutus mata rantai stunting melalui edukasi gizi, perbaikan sanitasi, dan pemberdayaan masyarakat pesisir.
Potret Stunting di Pesisir
Indonesia dan PR Besar Stunting
Kementerian Kesehatan RI mencatat, sekitar 3 dari 10 anak balita di Indonesia mengalami stunting. Artinya, hampir sepertiga generasi muda Indonesia tumbuh dalam kondisi yang tidak optimal. Stunting bukan sekadar persoalan tinggi badan, tetapi juga berhubungan erat dengan perkembangan otak, daya tahan tubuh, dan produktivitas anak di masa depan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan, masa 1000 hari pertama kehidupan (HPK)—mulai dari kehamilan hingga anak berusia dua tahun—merupakan periode emas. Jika pada masa ini anak kekurangan gizi atau hidup di lingkungan yang tidak sehat, dampaknya bisa permanen: keterlambatan kognitif, rendahnya kecerdasan, hingga risiko penyakit kronis di masa dewasa.
Lampung Timur: Angka yang Membuat Resah
Di wilayah pesisir Lampung Timur, kasus stunting masih cukup tinggi. Puskesmas Karya Tani mencatat ada 50 balita stunting dari empat desa:
- Desa Karya Tani: 16 anak
- Desa Karya Makmur: 4 anak
- Desa Bandar Negeri: 12 anak
- Desa Muara Gading Mas: 18 anak
Jumlah ini belum termasuk balita lain yang belum terdata. Artinya, hampir di setiap dusun pesisir, ada wajah-wajah mungil yang pertumbuhannya terhambat.
Akar Masalah di Pesisir
Bukan Karena Ikan Kurang
Secara ironis, masyarakat pesisir sebenarnya dikelilingi sumber protein melimpah: ikan, udang, dan hasil laut lainnya. Namun fakta di lapangan menunjukkan, banyak balita tetap mengalami stunting. Mengapa?
Menurut Hendri Gunawan, Camat Labuhan Maringgai, persoalan utama justru ada pada pola asuh dan sanitasi lingkungan.
“Bukan karena tidak ada makanan bergizi. Ikan di sini melimpah. Tapi banyak orang tua kurang paham cara mengasuh anak, kurang memperhatikan kebersihan lingkungan, dan jarang ke posyandu. Faktor ini yang membuat angka stunting tinggi,” jelasnya.
Sanitasi Buruk dan Air Tercemar
Di beberapa desa pesisir, masih banyak rumah tangga menggunakan WC cemplung yang alirannya langsung menuju sungai. Air bersih sulit diakses, sementara kebersihan lingkungan kerap terabaikan. Situasi ini memperburuk kesehatan anak, memicu infeksi berulang, diare, hingga gangguan gizi.
Pola Asuh dan Pendidikan Orang Tua
Selain itu, banyak orang tua belum memahami pentingnya ASI eksklusif, MPASI bergizi seimbang, maupun jarak kelahiran yang ideal. Menurut PLKB Kecamatan Labuhan Maringgai, Lena Baiti Rusli, program Keluarga Berencana (KB) sebenarnya sudah membantu, namun butuh edukasi lebih luas agar masyarakat sadar bahwa kesehatan anak dimulai dari perencanaan keluarga.
Hadirnya Program Tenggiri
Apa Itu Program Tenggiri?
Program Tenggiri (Terpadu Edukasi Nelayan Gizi & Informasi Resik) adalah inisiatif PHE OSES di bidang kesehatan masyarakat. Fokusnya sederhana namun strategis: memberantas stunting melalui gizi lokal, edukasi ibu-ibu pesisir, dan dapur sehat komunitas.
Indra Darmawan, Head of Communication, Relation & CID PHE OSES, menegaskan:
“Stunting bagi kami bukan sekadar data kesehatan, tapi menyangkut masa depan bangsa. Program Tenggiri hadir untuk membantu menurunkan prevalensi stunting dengan memanfaatkan potensi lokal, terutama ikan sebagai sumber protein, sambil mendidik orang tua cara mengolah makanan sehat.”
Langkah Nyata di Muara Gading Mas
Di Desa Muara Gading Mas, program ini menyasar 22 balita stunting. Mereka mendapat makanan tambahan bergizi berbasis ikan laut, vitamin, serta pendampingan kesehatan dari posyandu.
Hasil awal cukup menggembirakan. Menurut laporan bidan desa, berat badan beberapa balita mulai naik meski perlahan. Orang tua juga mulai belajar cara mengolah ikan menjadi MPASI yang lebih menarik dan bergizi.
Suara dari Lapangan
Tenaga Kesehatan: Perjuangan Sunyi
Dianti Rina Asmarararti, Kepala Puskesmas Karya Tani, menuturkan betapa sulitnya mendampingi keluarga pesisir.
“Kadang orang tua merasa anaknya baik-baik saja meski tumbuh kerdil. Kami harus sabar menjelaskan bahwa stunting bisa memengaruhi masa depan anak. Selain memberikan vitamin, kami juga melatih ibu-ibu cara mengolah makanan bergizi dari ikan lokal.”
Orang Tua: Dari Cemas Menjadi Harapan
Siti, seorang ibu muda penerima manfaat program, mengaku awalnya bingung. Anak keduanya yang berusia 18 bulan berat badannya tidak naik signifikan. Setelah mengikuti pelatihan dapur sehat, ia kini rutin memasak sup ikan dengan sayuran lokal.
“Alhamdulillah, sekarang anak saya mulai lahap makan. Berat badannya sudah naik hampir satu kilo. Saya jadi lebih semangat belajar masak sehat,” ungkapnya sambil tersenyum.
Pemerintah Desa: Butuh Kolaborasi
Wahyono, Kepala Desa Muara Gading Mas, menekankan bahwa masalah stunting bukan sekadar soal angka, tapi soal kesadaran kolektif.
“Kalau hanya dihitung angkanya, kita bisa putus asa. Tapi yang penting adalah solusi. Bagaimana masyarakat bisa diajak hidup sehat, memperbaiki sanitasi, dan peduli pola asuh. Terima kasih kepada PHE OSES yang sudah membantu. Semoga berlanjut ke desa lain,” ucapnya.
Harapan dan Impian Anak-Anak Pesisir
Di tengah keterbatasan, anak-anak pesisir masih memiliki semangat belajar dan bermain. Mereka berlari di tepi pantai, berenang di sungai, dan bercita-cita tinggi: ingin jadi guru, nelayan sukses, bahkan dokter.
Namun, tanpa tubuh sehat dan gizi cukup, cita-cita itu bisa kandas. Karena itu, program-program seperti Tenggiri menjadi jembatan antara harapan dan kenyataan.
Kolaborasi: Kunci Mengatasi Stunting
Para ahli menegaskan, menurunkan stunting tidak bisa hanya mengandalkan satu pihak. Dibutuhkan sinergi pemerintah, tenaga kesehatan, perusahaan swasta, dan masyarakat. Dari rembuk stunting tingkat desa hingga pelatihan dapur sehat, semuanya adalah puzzle yang saling melengkapi.
Harapan ke Depan
Program Tenggiri telah menyalakan lilin kecil di pesisir Lampung Timur. Hasilnya mungkin belum spektakuler, namun perubahan sudah terasa: kesadaran orang tua meningkat, anak-anak mulai menunjukkan pertumbuhan, dan masyarakat lebih peduli pada kebersihan lingkungan.
Bagi PHE OSES, program ini adalah wujud nyata tanggung jawab sosial. Bagi masyarakat, ini adalah setetes harapan di tengah gelombang masalah.
Seperti kata Indra Darmawan:
“Kami ingin hadir bukan hanya sebagai perusahaan energi, tetapi sebagai bagian dari masyarakat yang peduli dan ikut menjaga generasi penerus agar mereka punya kesempatan tumbuh optimal dan meraih masa depan cerah.”
Generasi Sehat, Masa Depan Kuat
Di Muara Gading Mas, para ibu kini sibuk di dapur sehat, memasak ikan tenggiri dengan cara baru. Anak-anak mereka makan dengan lahap, tubuhnya perlahan menguat. Program Tenggiri bukan sekadar intervensi gizi, tetapi sebuah gerakan kemanusiaan: memastikan anak-anak pesisir tumbuh sehat, cerdas, dan siap menjadi penerus bangsa.
Stunting memang persoalan serius, tapi bukan tanpa solusi. Selama ada kepedulian, kolaborasi, dan sentuhan kasih, masa depan anak-anak Indonesia tetap bisa diselamatkan.(Red/Prie)