DEMOKRASINEWS, Tokyo – Dalam upaya untuk mengembangkan solusi transportasi masa depan yang efisien dan ramah lingkungan, diskusi akademis yang berlangsung selama tiga hari di Universitas Hosei Tokyo, pada 11-13 Desember 2024, berhasil mempertemukan para pakar dari Jepang dan Indonesia untuk membahas berbagai peluang dan tantangan dalam pengembangan air mobility. Pertemuan ini menjadi ajang penting untuk menjajaki kolaborasi internasional dalam menciptakan teknologi kendaraan udara otonom yang dapat mengubah cara hidup, bekerja, dan bepergian, terutama di negara kepulauan seperti Indonesia.
Diskusi tersebut dihadiri oleh sejumlah akademisi dan praktisi terkemuka, termasuk Prof. Dr. Morikawa, ahli dalam riset akustik dan pesawat terbang dari Universitas Hosei, Dr. Hatsuda, spesialis dalam teknologi kelistrikan dan mewakili HIEN Technology Jepang, serta Takeshi Hompo, seorang insinyur kedirgantaraan lulusan Universitas Washington dari Chuosenko Indonesia. Dari pihak Indonesia, hadir pula Firmantoko Soetopo, Master System Engineering dari Bagaskara Jakarta, serta Prof. Dr. Rudy Harjanto, Kepala Program Doktor Komunikasi LSPR, yang memberikan wawasan penting mengenai penerapan teknologi air mobility di Indonesia.
Dalam pertemuan tersebut, Prof. Rudy Harjanto menyoroti potensi besar air mobility dalam mengatasi tantangan mobilitas di kawasan urban serta daerah-daerah terpencil, khususnya di Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau. “Kota-kota besar seperti Tokyo, Bangkok, dan Jakarta menghadapi tantangan kemacetan lalu lintas yang signifikan. Air mobility menawarkan solusi praktis melalui layanan taksi udara yang dapat mengurangi beban transportasi darat, yang sering kali macet dan lambat. Teknologi ini sangat cocok untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia, di mana transportasi darat dan laut belum cukup efektif menjangkau seluruh wilayah,” ujar Prof. Rudy.

Salah satu inovasi utama yang dibahas dalam diskusi ini adalah sistem propulsi listrik hemat energi yang dikembangkan oleh HIEN Technology, yang dipimpin oleh Dr. Hatsuda. Teknologi propulsi listrik ini tidak hanya mendukung keberlanjutan lingkungan, tetapi juga dirancang untuk mengurangi emisi karbon secara signifikan, menjadikan air mobility sebagai solusi transportasi yang ramah lingkungan. Dr. Hatsuda menekankan bahwa dengan menggunakan kendaraan udara listrik, ketergantungan pada bahan bakar fosil dapat dikurangi, yang merupakan langkah penting dalam upaya global untuk mengatasi perubahan iklim dan menciptakan transportasi yang lebih bersih dan efisien.
Lebih lanjut, Prof. Rudy menjelaskan bahwa air mobility dapat memberikan dampak sosial yang sangat besar, terutama dalam hal aksesibilitas. “Air mobility memungkinkan masyarakat di daerah-daerah terpencil untuk mendapatkan kebutuhan pokok, layanan kesehatan, dan pendidikan dengan lebih mudah. Kendaraan udara otonom juga dapat mengurangi risiko kecelakaan lalu lintas yang lebih sering terjadi pada transportasi darat. Selain itu, dalam situasi darurat, seperti bencana alam, air mobility memungkinkan pengiriman bantuan dengan cepat dan efisien,” tambah Prof. Rudy.
Tak hanya dalam hal logistik dan bantuan bencana, air mobility juga membuka peluang besar bagi sektor pariwisata. Dengan kendaraan udara yang dapat mengakses lokasi-lokasi terpencil atau sulit dijangkau, wisatawan kini dapat menjelajahi destinasi yang sebelumnya tidak dapat dijangkau melalui transportasi tradisional. Destinasi wisata yang terletak di pulau-pulau terpencil atau kawasan alam yang jauh dari jalur transportasi utama dapat lebih mudah diakses, memberikan pengalaman yang lebih eksklusif bagi wisatawan serta meningkatkan perekonomian daerah yang sebelumnya kurang berkembang karena keterbatasan akses.
Lebih lanjut, diskusi tersebut juga membahas tentang tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan air mobility, seperti infrastruktur pendukung yang memadai, regulasi penerbangan, serta penerimaan masyarakat terhadap teknologi baru. Prof. Rudy Harjanto menekankan pentingnya komunikasi lintas budaya dalam memperkenalkan teknologi baru, khususnya di Indonesia. “Penerapan teknologi air mobility membutuhkan pemahaman mendalam tentang budaya dan kebutuhan masyarakat setempat. Komunikasi lintas budaya menjadi kunci untuk mempercepat adopsi teknologi ini di Indonesia, yang memiliki keanekaragaman budaya dan geografis yang sangat besar,” jelasnya.
Indonesia, dengan potensi besar yang dimilikinya, dapat memanfaatkan air mobility untuk meningkatkan efisiensi logistik antar pulau, terutama dalam pengiriman barang ke daerah-daerah yang sulit dijangkau. “Air mobility juga memiliki potensi untuk membantu dalam penanggulangan bencana, seperti yang terjadi di Jepang. Dengan kemampuan kendaraan udara untuk mengakses lokasi-lokasi yang terisolasi, bantuan kemanusiaan dan logistik dapat sampai dengan lebih cepat, mempercepat proses pemulihan setelah bencana,” tambah Prof. Rudy.
Sejalan dengan itu, pengembangan air mobility juga membuka peluang baru dalam sektor industri. Inovasi teknologi ini memerlukan tenaga kerja terampil dalam bidang manufaktur, pemeliharaan, dan pengembangan teknologi. Hal ini berpotensi menciptakan lapangan pekerjaan baru di sektor-sektor tersebut, baik di Jepang maupun Indonesia. Seiring dengan berkembangnya teknologi, munculnya infrastruktur baru seperti vertiports (bandara vertikal) dan stasiun pengisian daya juga akan menjadi bagian penting dari ekosistem air mobility yang lebih luas.
Sebagai penutup, Prof. Rudy Harjanto menyimpulkan, “Air mobility adalah salah satu inovasi teknologi yang memiliki potensi besar untuk mengubah cara kita hidup, bekerja, dan bepergian. Dengan manfaat sosial, ekonomi, dan budaya yang signifikan, masa depan air mobility terlihat cerah, terutama di Jepang dan Indonesia. Kolaborasi internasional yang terjalin dalam diskusi ini menunjukkan bahwa teknologi ini tidak hanya tentang inovasi, tetapi juga tentang kebermanfaatan bagi umat manusia.”
Dengan potensi yang sangat besar ini, air mobility diharapkan dapat menjadi solusi transportasi yang efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Kolaborasi antara Jepang dan Indonesia membuka jalan bagi masa depan mobilitas udara yang lebih baik, tidak hanya di kawasan Asia, tetapi juga di seluruh dunia. (Red/Rls RedSky Communication)











