DEMOKRASINEWS, Jakarta – Kabupaten Lampung Timur kembali menerima penghargaan cukup bergengsi untuk tingkat Nasional yakni Penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya (APE) Kalpataru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (KLHK). Sebelumnya Kabupaten Lampung Timur berjuluk” Bumi Tuah Bepadan” ini juga meraih penghargaan Teknologi Tepat Guna Nasional (TTGN) XXII dengan kategori “Inovasi Teknologi Tepat guna” dengan tema “Sistem Pengolahan Diversifikasi Produk Berbasis Maggot”.
Penghargaan Kalpataru diserahkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (KLHK) kepada Bupati Lampung Timur M Dawam Raharjo di Auditorium Dr. Soedjarwo Gedung Manggala Wana Bhakti Kementerian Lingkungan Hidup dengan tema “Komplik Membawa Berkah” pada Kamis pagi (14/10/2021).
Bupati Lampung Timur Dawam Raharjo mengatakan, anugrah penghargaan Kalpataru ini menambah kepercayaan diri Kabupaten Lampung Timur dalam peningkatan segala sektor. Tidak hanya pada bidang pertanian, pariwisata dan perkebunan. Pada sektor lainnya juga menjadi terget Pemerintah Lampung Timur dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat khususnya sektor ekonomi. “Kita Pemerintah Lampung Timur memudahkan pelaku usaha khususnya UMKM dalam proses perizinan, sehingga produknya bisa bersaing dengan daerah lain,” jelas Dawam Raharjo.
Sementara itu peraih penghargaan Kalpataru Kategori Pembina Lingkungan ini, bernama Suhandak berhasil melakukan pembinaan untuk membangkitkan kesadaran, prakarsa dan peran serta masyarakat guna melestarikan fungsi dan tatanan lingkungan hidup di Desa Braja Harjosari Kecamatan Braja Selebah yang merupakan salah satu desa penyangga Taman Nasional Way Kambas (TNWK).
Suhandak menjadi pionir dalam pengelolaan Ekowisata Desa Braja Harjosari. Konflik gajah dengan manusia di desa penyangga Taman Nasional Way Kambas dikemasnya dalam konsep Ekowisata berwawasan Konservasi sehingga bermanfaat secara sosial dan ekonomi bagi masyarakat setempat.
Suhandak menceritakan keberhasilan ini merupakan salah satu penghargaan melalui perjuangan panjang kurang lebih 10 tahun. Artinya tidak sia-sia dalam waktu 10 tahun, saya secara konsisten melakukan pergerakan untuk perbaikan lingkungan di desa. Ini merupakan sebuah reaksi penyesalan atas aktivitas perambahan hutan TNWK yang dahulu ia lakukan bersama warga lainnya.
Dengan tekad yang kuat, saya kemudian terus berupaya menggali dukungan dari berbagai pihak untuk mendapat solusi atas konflik manusia dan gajah yang terus berulang terjadi di desa,” jelas Suhandak.
Selain itu juga, saya juga berkeinginan untuk memajukan desa agar tidak lagi dipandang sebelah mata dari pemegang kebijakan terkait pembangunan, karena desa kami jarang tersentuh dari program tersebut.
” Maka melalui ekowisata dan sinergi multi pihak, kini masyarakat sudah mulai merasakan dampaknya. Tidak hanya ekonomi, dampak ekologi, sosial dan budaya turut dirasakan,” kata Suhandak.
Ia menambahkan dalam tiga tahun terkahir ini, sudah tidak ada lagi gajah liar masuk dan merusak lahan pertanian masyarakat. Tidak ada lagi perburuan, perambahann dan pengembalaan liar di sekitar desanya. Sehingga masyarakat dapat dengan tenang dan optimal untuk usaha pertanian.
Selain itu juga kini pola pikir masyarakat sudah lebih positif terhadap pentingnya melestarikan lingkungan sebagai peningkatan ekonomi rumah tangga dan hidup berdampingan serta berbagi ruang dengan gajah liar,” terang Suhandak.
Suhandak menjelaskan selain penghargaan tingkat Nasional Penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya (APE) Kalpaltaru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (KLHK) juga meraih Juara Harapan Tiga Tingkat Nasional Lomba Wana Lestari Tahun 2019 Kategori Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (KLHK).
Pewarta Alfrido
Tim DemokrasiNews
Discussion about this post